Langkah Artha (9) begitu gembira siang itu saat keluar dari sebuah ruangan yang berada di ujung deretan kelas SD Negeri 101790 Marindal II Pasar 12 kecamatan Patumbak, kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Jari-jari dari kedua tangannya memegang kedua tali tas ransel yang menempel di pundaknya. Sesekali senyumnya merekah meningkahi langkahnya yang begitu gembira.
“Aku senang karena sekarang sudah bisa belajar agama sesuai dengan keyakinanku sendiri,” kata Artha kepada tribun-medan.com yang menungguinya di selasar sekolah, pekan lalu.
Artha mengaku, sejak masuk sekolah hingga duduk di kelas II SD, dirinya yang merupakan penghayat kepercayaan Parmalim terpaksa menjadi Kristen saat harus belajar mata pelajaran agama. Hal ini harus dia lakukan karena sekolahnya belum mengakomodir pelajaran agama untuk para siswa penghayat kepercayaan. “Aku senang karena sudah bisa berdoa kepada Tuhanku sendiri sesuai dengan keayakinanku, Parmalim,” katanya.
Artha tak sendiri. Setidaknya ada 10 siswa Parmalim lainnya di tiga SD di kecamatan Patumbak, kabupaten Deli Serdang yang memiliki kisah yang sama dengan Artha.

Adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 27/2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan yang menjadi “jawaban” siswa-siswa Parmalim di kecamatan Patumbak, Deli Serdang. Permendikbud ini mengatur lebih jauh tentang layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada perserta didik penghayat kepercayaan.
Tak hanya bagi siswa Parmalim, Permendikbud ini juga menjadi “jawaban” atas berbagai upaya advokasi yang dilakukan beberapa lembaga yang fokus pada isu keberagaman dan kebebasan berkeyakinan di Sumatera Utara. Salah satunya, Aliansi Sumut Bersatu (ASB). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkantor di Medan ini telah melakukan advokasi terhadap siswa-siswa penghayat kepercayaan di Sumatera Utara, satu tahun sebelum keluarnya Permendikbud Nomor 27/2016.
Lewat program bernama “Pemenuhan Hak Konstitusional Penganut Agama Leluhur di kota Medan dan Kabupaten Deliserdang”, ASB aktif melakukan berbagai program advokasi untuk memastikan bahwa semua siswa, apapun agama dan kepercayaannya berhak mendapatkan pendidikan agama (kepercayaan) sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Program ini menjadi bagian dari Program Peduli di Sumatera Utara yang dilaksanakan ASB bekerjasama dengan Yayasan Satunama Yogyakarta dan disupport oleh The Asia Foundation.
Direktur ASB, Ferry Wira Padang mengatakan, ASB telah melakukan advokasi di dua daerah di Sumatera Utara yakni kota Medan dan kabupaten Deli Serdang dan menjangkau 40 sekolah setingkat SD dan SMP. Rinciannya, 28 sekolah di kota Medan dan 12 sekolah di kabupaten Deli Serdang.
“Sejak tahun 2015, kami mendorong Dinas Pendidikan setempat melakukan inovasi pembelajaran berupa penyediaan mata pelajaran pendidikan kepercayaan secara tersendiri kepada siswa-siswa penghayat di tingkat SD dan SMP. Kami tidak menyasar SMA, karena sudah di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,” terang Ferry.
PENINGKATAN kapasitas penyuluh penghayat kepercayaan di Hotel Grand Antares, Juli 2018.
PENINGKATAN kapasitas penyuluh penghayat kepercayaan di Hotel Grand Antares, Juli 2018. (TRIBUN MEDAN/HO)
Selain itu, ASB bersama Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan juga menerbitkan buku panduan berjudul “Kurikulum Pengintegrasian Nilai-nilai Luhur dalam Satuan Mata Pelajaran yang Relevan”. Buku ini berisi materi tentang bagaimana nilai-nilai luhur kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa disisipkan dalam berbagai mata pelajaran siswa di sekolah.
“Tetapi advokasi yang kami lakukan terkesan ribet secara kebijakan. Dinas Pendidikan dan sekolah yang kami advokasi tidak berani melakukan inovasi yang kami harapkan karena terbentur dengan peraturan pemerintah yang memayunginya,” kata Ferry.
Setahun berlalu, advokasi yang mereka lakukan pun menunjukkan hasil seiring dengan dikeluarkannya Permendikbud Nomor 27/2016. Setelah Permendikbud ini keluar, ASB pun menggelar training of trainer (TOT) kepada para para calon guru penghayat kepercayaan pada November 2017. Dengan menggandeng FIS Unimed sebagai pelatih, ASB melatih 22 anak muda dari tiga aliran penghayat yakni Parmalim, Parbaringin, dan Ugamo Bangsa Batak (UBB) sebagai calon penyuluh penghayat.
“Kami menyebutnya penyuluh penghayat kepercayaan. Setelah lulus, mereka menjadi semacam guru di sekolah-sekolah di Sumatera Utara yang memiliki siswa penghayat,” katanya.

Dalam TOT ini, kata Ferry, ke-22 penyuluh penghayat kepercayaan ini mempelajari modul “Satuan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, modul yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berisi tentang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sejarah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. “Sehubungan dengan keluarnya modul dari Kementerian ini, maka buku sebelumnya tentang Kurikulum Pengintegrasian Nilai-nilai Luhur dalam Satuan Mata Pelajaran yang Relevan tidak kami gunakan lagi,” katanya.
Setelah TOT berakhir, ke-22 penyuluh penghayat kepercayaan terhadap TYME ini diserahkan ke Dinas Pendidikan kabupaten Deli Serdang. Selanjutnya, Dinas Pendidikan melalui Koordinator Wilayah Kecamatan (Korwilcam) Dinas Pendidikan di tingkat kecamatan berkoordinasi dengan sekolah-sekolah yang mempunyai siswa penghayat kepercayaan. “Korwilcam akan mendistribusikan para penyuluh ke sekolah-sekolah yang ada siswa penghayat keperayaan. Tidak semua penyuluh turun mengajar. Jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan sekolah,” ujar Ferry.
Koordinator Wilayah Kecamatan (Korwilcam) Patumbak, Dinas Pendidikan Deli Serdang, Kosmaida Samosir, mengatakan, berdasarkan hasil assesment yang mereka lakukan, ada 11 siswa di tiga sekolah dalam wilayah kerjanya (yang terdata sebagai siswa Parmalim).
“Sebelum pelajaran pendidikan kepercayaan bagi siswa penghayat dijalankan, terlebih dahulu kami membuat pertemuan dengan orangtua siswa. Kita beritahu ke orangtua, kenapa pelajaran agama untuk anak-anak mereka yang penghayat dipisah dengan siswa lain, dan seperti apa peran orangtua dalam mendukung pelajaran untuk anak-anak mereka,” ujar Kosmaida.
Kosmaida mengatakan, pada tahap awal di semester genap tahun ajaran 2017/2018, mereka (siswa Parmalim) dari tiga sekolah masih berkumpul dan belajar di satu sekolah yakni di SDN 104212. Tapi di semester ganjil tahun ajaran 2018/2019, mereka sudah belajar di sekolahnya masing-masing. “Pertimbangan kami waktu itu adalah siswa dari SDN 106816 berlokasi sangat jauh dari SDN 104212 sebagai titik kumpul belajar. Orangtua mereka cukup kerepotan kalau harus mengantar jemput untuk belajar agama. Akhirnya setelah kami diskusikan, mereka (siswa) cukup belajar di sekolahnya masing-masing. Jadi penyuluhnya yang datang langsung ke sekolah-sekolah tersebut,” kata Kosmaida.
Kosmaida menambahkan, di kecamatan yang ia tanggungjawabi, kecamatan Patumbak, seluruh siswa Parmalim sudah mendapatkan pelajaran pendidikan kepercayaan sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya. “Di kecamatan Patumbak, implementasi Permendikbud ini cukup baik. Semua ini hasil kerjasama tim di Korwilcam Patumbak. Saya berharap, apa yang kami lakukan di Patumbak dapat diikuti kecamatan lain di Deliserdang dan Medan,” katanya.
DIREKTUR ASB, Ferry Wira Padang mengatakan, selama tiga tahun melaksanakan advokasi terhadap siswa penghayat, pihaknya menilai bahwa negara dan Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah dua sisi yang mempunyai peran penting untuk memastikan Permendikbud Nomor 27/2016 diimplementasikan dengan baik di seluruh Indonesia. Dari sisi negara, kata Ferry, negara wajib hadir dalam hal ini, dimana mendapatkan pendidikan agama (kepercayaan) adalah hak azasi manusia (HAM). Sedangkan, dari sisi ASN, bawah ASN yang ada di Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah dan guru harus merasa bahwa implementasi Permendikbut Nomor 27/2016 adalah bagian dari tanggungjawab mereka.
“Meskipun peraturan ini dilahirkan oleh Pemerintah, tetapi semua pihak khususnya aparatut negara diharapkan bekerja sama menjalankannya. Permendikbud ini adalah bagian dari upaya untuk menguatkan pendidikan agama dan kepercayaan bagi siswa penghayat,” kata Ferry.
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Tunas Naimbaru Parmalim, Mei Wulan Butar-butar mengatakan, sebagai organisasi yang anggota-anggotanya telah mengikuti TOT Penyuluh Penghayat Kepercayaan, Tunas Naimbaru Parmalim siap bekerjasama dengan sekolah manapun dalam mengakomodir pelajaran Pendidikan Penghayat Kepercayaan. “Kami akui, penerimaan sekolah tidak sama terhadap Permendikbud ini. Kami berpendapat, perlu sosialisasi lebih banyak lagi agar semua pihak yang bertanggungjawab terhadap Permendikbud ini dapat mengimplementasikannya di wilayah kerja masing-masing,” kata Mei.
Ferry menambahkan, meskipun baru berjalan di kecamatan Patumbak, pihaknya (ASB) tetap optimistis kalau Permendikbud Nomor 27/2016 dapat diimplementasikan di seluruh sekolah di Sumatera Utara yang mempunyai siswa penghayat, dengan catatan negara harus hadir dan ASN bertanggungjawab atas tugasnya masing-masing.
“Dari pelaksanaan Permendikbud di kecamatan Patumbak, artinya negara sudah mengakui hak konstitusional warga untuk mendapat pendidikan agama ataupun kepercayaan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut. Dengan begitu, semua sekolah yang mengasuh anak-anak penghayat di daerah lain diharapkan dapat memfasilitasi pendidkan kepercayaan untuk sekolahnya masing-masing,” katanya.(*)