Aliansi Sumut Bersatu (ASB) adalah organisasi masyarakat sipil atau LSM yang sejak tahun 2006 melakukan upaya-upaya untuk mendorong penghormatan dan pengakuan terhadap keberagaman melalui pendidikan kritis, dialog, advokasi dan penelitian. Selain datang langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian, ASB juga melakukan pemantauan pemberitaan di media cetak dan media online. Pemantauan yang dilakukan ASB terhadap empat media cetak yang terdiri dari harian Analisa, Sinar Indonesia Baru (SIB), Waspada, dan Tribun Medan.
Pemantauan media ini bertujuan untuk mengumpulkan berbagai fakta – fakta kehidupan beragama di Sumatera Utara. Fakta-fakta tersebut kemudian didokumentasikan dan dianalisis. Contohnya adalah Kasus Intoleransi yang dialami pengikut Ahmadiyah. Permasalahan tentang pengikut Ahmadiyah yang dianggap sesat dan menyimpang dari ajaran Islam menjadi sorotan. Kasus Ahmadiyah menjadi prokontra di masyarakat. Contoh lainnya tuduhan pelaku pelanggaran Pasal Penodaan Agama yang dilakukan oleh Ibu Meliana.
Berdasarkan hasil pemantauan dan penanganan kasus yang dilakukan ASB tercatat sepanjang tahun 2011 terjadi 63 kasus intoleransi di Sumatera Utara, tahun 2012 ditemukan sejumlah 75 kasus yang menghambat. perkembangan pluralisme dan pada tahun 2013 ASB menemukan sejumlah 85 kasus intoleransi. 18 Kabupaten/Kota terdeteksi adanya kasus intoleransi yang masih terjadi hingga saat ini. Masyarakat menjalani kehidupan dipaksa untuk ihklas dan mencari solusi sendiri terhadap masalah yang dihadapinya. Menjaga keamanan dan kenyamanan dalam melaksanakan ibadahnya, untuk menghindari munculnya bara api yang dapat menyala kapan saja.
Beberapa contoh kasus pelanggaran HAM atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, dari tahun 2011 sampai 2023 terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan yakni penurunan patung Buddha Amitabha di Vihara Tri Ratna Tanjung Balai, penolakan pembangunan gereja HKBP Binjai, penolakan pembangunan Mesjid Al Munawar di Sarulla Tapanuli Utara, pembakaran gereja HKBP di Sibuhuan Padang Lawas, rencana peraturan walikota Medan tentang Pelarangan Ahmadiyah, Pembakaran Vihara dan Rumah Sosial di Tanjung Balai, Pengusiran dan Pelarangan melaksanakan ibadah di Gereja Bethel Indonesia Jemaat “Filadelphia” Martubung, Kota Medan, Penyerangan terhadap Pengajian Tariqot di Kecamatan Penyabungan Utara, Kabupaten Mandailing Natal dan terakhir adalah Pelarangan Beribadah di depan Kantor Walikota Medan.
Masih banyak kelompok-kelompok agama/kepercayaan dalam masyarakat yang terhambat untuk menjalankan ibadahnya karena larangan-larangan menunjukkan identitas keagamaan dan menjalankan ibadah mereka dan juga penyerangan dan perlakuan diskriminasi terhadap kelompok agama/kepercayaan yang dianggap ‘menyimpang’ sehingga menyebabkan trauma terhadap korban intoleransi.
Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam proses advokasi korban pelanggaran HAM atas KBB adalah penguatan korban. Hal ini penting diperhatikan karena dalam proses memperjuangkan kasusnya, korban dapat menjadi lebih tertekan, bingung, dan depresi. Penguatan korban perlu dilakukan supaya korban bisa menyuarakan isi hatinya dan keinginannya.
Selanjutnya pengumpulan data dengan meminta korban untuk menuliskan secara rinci kronologis kasus yang sedang terjadi. Kronologis kasus adalah elemen yang sangat penting karena merupakan sebuah fakta yang nyata yang tidak dikurangi atau dilebihkan. Kronologis kasus sebagai bahan dasar dalam melakukan advokasi dan ini bisa dilakukan pada kasus litigasi dan non litigasi.
Masih sulit membayangkan kondisi ideal dimana kelompok minoritas dapat menjadi dirinya sendiri dan kelompok mayoritas bisa mengerti mengapa pluralisme adalah sebuah realitas sosial yang harus diterima atau bahkan merasakan manfaat dari kondisi itu. “kedamaian” pun mengalami penyempitan makna menjadi pembungkaman.
Mengkampanyekan keberagaman kepada publik bukanlah pekerjaan mudah. Bagi sebagian orang isu keberagaman adalah sesuatu yang baru sedangkan bagi sebagian orang lagi isu keberagaman adalah hal yang tidak penting atau bisa jadi bertentangan dengan nilai-nilai yang diyakini. Dua kenyataan yang saling bertentangan ini menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam kerja-kerja program kampanye.
Fakta tersebut, menjadi penting mendorong pemerintah untuk lebih pro aktif melakukan tindakan – tindakan prepentive, mulai dari menerbitkan kebijakan yang lebih ramah perdamaian, dan mempromisikan praktik – praktik baik untuk membangun cinta keberagaman. Sekaligus melibatkan tokoh agama dalam menciptakan kerukunan di Sumatera Utara. (Carolina Simanjuntak – Staff divisi KBB )